Niat yang Benar
Jika karena alasan cinta, maka itu hanya tujuan yang masih sangat kecil sekali. Tujuan besar harus kita tanamkan dalam hati, diskusikan dengan calon pendamping kita, agar pernikahan tidak menjadi sia-sia. Tujuan adalah arah yang ingin dituju, fondasinya ada pada niat.
Niat menjadi penting karena itu menyangkut diterima dan tidaknya amal seseorang. Hadis populer yang sering kita lafalkan dan menjadi hadis pertama dalam kitab Arba'in Nawawi dan diriwayakan oleh Umar bin Khattab, "Sesungguhnya amal itu tergantung niat. Dan sesungguhnya tiap orang (mendapatkan) apa yang sesuai dengan yang diniatkannya itu. Barang siapa berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, ia akan mendapatkan Allah dan Rasul-Nya. Dan, barang siapa berhijrah karena dunia dan wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya sesuai dengan apa yang diniatkannya itu." (HR. Bukhari dan Muslim)
Menetapkan Tujuan yang Benar
Kareana menikah adalah ibadah, maka tujuan yang paling besarnya adalah mendapatkan ridho Allah, Ridho Allah ini bisa macam-macam : karena ingin mendapatkan pahala dari-Nya, takut terjerumus dalam siksa-Nya, ingin mendapat pengampunan-Nya (karena siapa tahu menikah menjadi solusi untuk memutus mata rantai dosa-dosanya, dan dengan menikah bisa lebih menundukkan pandangan) dan lain sebagainya. Kemudian untuk mengikuti sunah Rasulnya, sebagaimana kisah dalam hadis berikut :
"Hai Ukaf, apakah engkau sudah menikah ?" tanya Rasulullah pada salah seorang sahabatnya.
"Belum, wahai Rasul," jawabnya singkat.
"Apakah engkau orang kaya, Ukaf ?" Rasulullah bertanya lagi.
"Ya, saya orang kaya."
Rasulullah menjawab, "Berarti kau adalah teman-teman setan. Jika engkau orang Nasrani, engkau adalah temannya para pendeta (yang membujang) itu. Sesungguhnya di antara sunahku adalah menikah. Sesungguhnya sejelek-jelek kalian ialah yang membujang dan yang lebih jelek lagi adalah orang yang matinya dalam keadaan bujang." (HR. Bukhari)
Dalam hadis lain, Rasulullah bersabda, "Siapa membenci sunahku (menikah), maka dia bukan termasuk golonganku."
Selain mencari ridho-Nya dan mengikuti salah satu sunah Rasul, niatkanlah menikah untuk menyempurnahkan separuh agama yang masih hilang dalam diri kita. "Siapa yang menikah, berarti ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Bertakwalah kepada Allah dengan menyempurnakan sebagiannya lagi." (HR. Baihaqi)
Menyempurnakan agama berati dengan menikah, pandangan akan menjadi lebih terjaga. Setidaknya seorang hamba akan terlindung dari zina. Apabila ia mendapatkan istri yang shalihah, berarti Allah telah menolongnya dengan menyempurnakan yang separuh lagi melalui ketakwaan istrinya.
Al-Ghazali mengatakan, "Kebanyakan manusia menjadi rusak karena rakus terhadap nafsu perut dan kemaluannya. Dengan menikah, maka salah satu nafsunya terpenuhi."
Ketika separuh agama sudah didapatkan, maka pahala berlimpah akan diperoleh hamba yang telah menikah, di antaranya adalah :
Muadz bin Jabal meriwayatkan, Rasulullah bersabda, "Shalatnya orang telah menikah lebih afdal 40 rakaat daripada shalatnya mereka yang masih bujang."
Abdullah bin Abbas bahkan berkata, "Kawinlah kalian, karena satu hari bagi mereka yang sudah kawin lebih utama dari seribu hari mereka yang belum menikah."
Jadi, letakkan landasan niat yang benar dan suci, beribadah kepada Allah, mencintai sunah beliau agar diakui menjadi umatnya. Setelah itu, barulah kita yakini bahwa dengan menikah, diri kita akan lebih terjaga dari zina, karena hasrat pemenuhan biologis yang menjadi sumber keburukan manusia akan terpenuhi.