Suatu kali, ayah dari Salahuddin Al-Ayyubi, yakni Najmuddin Al-Ayyubi mendatangi anaknya di lapangan tempat ia bermain. Salahuddin kecil yang waktu itu tengah bermain dengan teman-temannya yang lain, langsung mendatangi ayahnya untuk minta di gendong, tetapi tak sepatah kata pun ayahnya bicara.
Najmuddin seorang pengusaha dari Tikrit, tetapi ia tak berdaya setelah 75 tahun lebih tentara salib menguasai daerahnya. Tentara salib itu tak hanya membunuh, tetapi juga menjarah kekuasaan Abbasiyah. Mereka menghancurkan perpustakaanya, tidak mau mengikuti rumah sebagai tempat perlindungan. Mereka juga menghancurkan masjid. Salah seorang raja mereka, Ricard Si Hati Singa yang kelak akan dihancurkan oleh Salahuddin ketika dewasa mengeksekusi 3.000 penduduk sipil muslim, dari kalangan pemuda, wanita, dan anak-anak.
Najmuddin mengingat kekejaman itu dalam pikirannya. Maka, ketika melihat anaknya bermain, ia seperti tak ingin membiarkannya. Ia diam sebentar tadi, kembali mengenang kekejaman tentara salib, hingga berkata, "Aku menikahi ibumu dan memiliki anak, yakni kamu, bukan agar kau bisa bermain-main dengan teman-temanmu, akan tetapi supaya kau mampu membebaskan Al-Quds!"
Salahuddin kecil terdiam. Tetapi belum selesai merenung, ayahnya tiba-tiba melepaskan gendongannya, sehingga ia pun jatuh terjerembab ke tanah.
"Apakah itu sakit ?" tanya ayahnya sambil melihat Salahuddin yang meringis kesakitan.
"Ya, ayah sakit," jawab Salahuddin jujur.
"Kenapa kamu tidak menangis ?"
"Tidak pantas bagi seorang pembebas Al-Quds untuk menangis," jawab Salahuddin membanggakan ayahnya.
"Bagus itu baru anak ayah."
Najmuddin Al-Ayyubi punya tujua nyang kokoh dalam berumah tangga. Ia meletakkan landasan pembebasan Al-Quds sebagai tujuan terbesarnya. Lantas, apa tujuan kita dalam berumah tangga ? Ketika ada seseorang perempuan yang kita cintai, dan kita punya keinginan untuk menikahinya, apa harapan kita dalam pernikahan itu ? Apakah seperti Najmuddin Al-Ayyubi yang ingin memiliki anak yang kelak membebaskan Al-Quds ?.